Sabtu, April 14, 2007

Pemberian Terindah


Malam ini gw sedang beromantisme dalam diri sendiri. Dari semua orang yang pernah jadi pacar gw, cuma *** yang pernah kasih sesuatu ke gw. Sebuah Al Qur'an. Dulu, Al Qur'an itu sangat-sangat berarti buat gw. Bahkan hanya dengan melihat barang pemberiannya itu gw udah amat sangat bahagia banget. Sekarang, Al Qur'an itu buat gw sama aja dengan Al Qur'an lainnya yang gw punya.

Tapi gw juga masih punya kaos dari pacar gw yang lain. Bedanya, yang ini gak pernah kasih ke gw kaos itu. Barang itu gw temuin di lemari kostnya setelah *** bertugas di Jakarta. Sama, dulu setiap gw liat kaos perasaan gw berbunga-bunga. Dan setiap kali gw kangen... banget ma dia, gw akan pakai kaos itu. Terus perasaan gw jadi hangat... banget. Serasa dipeluk dia.

Sampai gw tau ternyata dah ada yang lain sebelum gw di hatinya. Tiba2 aja kaos itu jadi kaos yang paling jelek yang pernah gw liat sepanjang hidup gw. Kaos itu akhirnya jadi penghuni tetap bagian terdalam dan terbawah dari lemari baju di kost gw. Dan sekarang gw sendiri dah gak tau ada di mana kaos itu berada.


Kalau inget semua kenangan itu, ternyata barang2 milik orang yang kita cintai, pada saatnya akan menjadi barang pualing bernilai di dunia. Meskipun itu cuma sekedar barang biasa yang banyak banget dijual di pasar. Tapi, ketika moment cinta mencinta itu berlalu, balik lagi deh barang "klangenan" itu jadi barang yang nilainya sama dengan barang2 lainnya.


Hhhmm... Sekarang gw dah merried dengan orang yang kadang gw sendiri gak sadar kalo gw sayang dan cinta banget ma dia. Mahani gak pernah kasih gw barang yang khusus dia kasih untuk gw. Dia gak pernah beliin hadiah atau barang apa pun buat gw (kecuali daster dari Bali, itu juga karena gw ancam dia untuk beliin sesuatu buat gw dari Bali waktu dia tugas ke sana), even disaat2 spesial kayak ulang tahun gw atau our anniversary. Hehehe... Bahkan kadang dia lupa dengan moment2 spesial itu.


Sometimes, pengen juga siy suatu saat nerima surprise dari Mahani. Gw gak minta berlian atau barang mahal lainnya kok. But, anyway, that's my husband... And I've tried to be not disapointed. Karena setiap kali gw liat dua buah hati cantik kami, gw sadar kalo Mahani udah kasih gw dua permata yang paling berharga di dunia. Aisha Sukma Bening dan Aaliyah Cahyaning Buana.


Love You, Hon...

Hope we'll be forever together.

Berdua kita liat dua buah hati kita tumbuh dan melanjutkan garis keturunan kita.

Sampe ada suara kecil yang merdu memanggil kita Mbah Buyut...

Insya Allah...

Selasa, April 10, 2007

Pursuit to Happiness...

Pursuit to happiness. Film yang dibintangi oleh Will Smith dan anaknya ini sebenarnya film dengan alur cerita yang sederhana. Menggambarkan perjuangan seorang ayah dalam mengejar kebahagian hidupnya demi sang anak. Film yang diangkat dari kisah nyata ini sebenarnya film yang biasa, karena orang2 seperti Christ Gardner (tokoh yang diperankan oleh Will Smith) ini banyak tersebar di seluruh pelosok dunia. Bahwa perjuangan hidup yang dilakukannya akhirnya bisa berakhir bahagia. Gw pernah dengan lihat di TV perjuangan seorang TKW Indonesia (PRT) di Hong Kong yang kemudian akhirnya bisa menjadi pengusaha perempuan yang sukses di Hong Kong sebagai penyedia tenaga kerja yang handal.

Melihat film itu banyak sekali pemikiran yang bermain dikepala gw. Saat seseorang berkata bahagia, tampaknya hal itu selalu dikaitkan dengan yang namanya uang. Kemudian gw jadi ingat kata2 seorang kawan yang bilang bahwa uang sudah menjadi sebuah agama atau keyakinan baru di dunia. Duh, bener gak siy? Gw coba untuk bertanya dan merefleksikan fragmen2 dalam film itu ke dalam diri gw. Dan jawabannya sangat mengagetkan gw. Ternyata gw sependapat bahwa uang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kebahagiaan. Setidaknya dalam pola kehidupan yang saat ini sedang gw jalani. Memang bukan faktor utama, tapi dengan mempunyai uang, kita jadi mempunyai banyak pilihan untuk bisa mendapatkan sesuatu. Dan bukankah seseorang itu akan menjadi bahagia saat dia bisa memdapatkan apa yang diinginkannya?

Selain itu, melihat bagaimana ketabahan dan usaha keras yang dilakukan oleh Christ Gardner dalam mengejar bahagianya itu -yang tergambar dalam hampir sebagian besar film itu- pikiran gw jadi bercabang antara kekaguman terhadap orang-orang seperti si Christ ini, yang mempunyai kemampuan untuk mempertahankan energinya untuk bekerja keras dan pertanyaan apakah orang2 yang miskin dan gak punya uang itu kurang keras usahanya, atau kurang tabah, atau kurang berdoa, atau apa? Mengapa mereka tidak pernah sampai pada titik bahagia, sementara mereka sudah demikian kencang dan letih untuk berlari mengejarnya? Ooo... Pertanyaan yang membutuhkan banyak teori dan jawaban panjang untuk menjelaskannya... Yang pasti harus di salahkan adalah sistem yang berlaku di masyarakat kita itu. ("Saat aku memberi makan orang miskin, kau sebut aku Santo, tapi saat aku bertanya mengapa mereka miskin, kau sebut aku komunis. So, apa salahnya menjadi seorang komunis?")

Lalu ada lagi lesson yang bisa gw dapat dari film itu, bahwa kebahagiaan itu harus diperjuangkan dan diusahakan. Walaupun hasil yang akan di dapatkan masih belum jelas, tapi setidaknya sudah ada usaha yang dilakukan. Bahwa kehidupan itu harus di siasati dalam rangka "Pursuit to Happiness".

Selasa, April 03, 2007

Big...big...Love...

Dah hampir satu bulan aku nggak ajak anak2 main ke rumah orang tuaku. Padahal jarak rumah kami dengan Mbahnya anak2 itu hanya 5 menit perjalanan dengan motor. Biasanya, entah hari Sabtu atau Minggu, hari2 aku dan Mahani gak ngantor, kami biasa ngajak Mbak Sasha dan Ade Ayha main ke rumah Mbahnya itu. Bahkan terkadang Mbak Sasha nggak mau pulang dan langsung nginap di sana. Kalo udah begini, biasanya Bapak atau Ibuku telpon ke rumahku dan menanyakan kabar kami sekeluarga. 'Apakah sehat semua, Mbak sama Ade lagi ngapain? Kok nggak ke rumah Mbah? Gak ada apa2, kan?' dan pertanyaan-pertanyaan peduli yang lainnya.
Sebenarnya, gak ada yang terjadi di rumah kami. Dan bukan persoalan yang sulit sebenarnya kalau aku dan Mahani mengantar anak2 ke rumah Bapak-Ibu. Tapi, memang sebulan ini banyak hal yang terjadi dan cukup menguras enargi, baik tenaga maupun pikiran. Jadi rasanya nggak kepengin keluar rumah kalo dah hari libur. Sabtu dan Minggu lebih banyak kami habiskan di rumah. Bercanda bareng anak2, di rumah aja.
Kemarin, lagi-lagi Bapak telpon. Kangen sama cucu2, katanya. Duh, mencelos juga hatiku jadinya. Jahat banget aku, ya... Dah satu bulan aku nggak menengok mereka dan membawa anak2ku yang bisa jadi penghiburan buat mereka. Padahal nggak sulit buatku dan Mahani untuk mengajak mereka ke rumah Mbahnya.
Kemarin, KPR untuk rumah kami di Cilebut di setujui BNI. Pertama yang kuingat setelah kasih tau Mahani adalah mengabarkan kepada orang tuaku berita yang buatku adalah berita gembira. Pagi tadi, kubawa berita ini ke mereka. Nggak ada kesal di wajah mereka menyambut kedatanganku. Bahkan mereka menyambut beritaku dengan wajah sumringah dan gembira. -walaupun aku tau, bahwa dengan keputusanku untuk mengambil kredit perumahan itu, maka bantuan untuk kuliah adikku (saat ini adikku mau mengambil spesialisasi apotekernya di UI) yang biasanya aku berikan kepada mereka tiap bulannya nggak akan bisa lagi aku berikan. Yup, sejak Bapakku pensiun, aku membantu sedikit untuk keperluan kuliah adik bungsuku.
Ketulusan mereka kembali menyadarkan aku. Bahwa nggak ada yang melebihi ketulusan kasih dari kedua orang tua kita. Kalaupun sesekali waktu ada amarah yang terucap dari mereka, nggak akan mengurangi kadar ketulusan kasih dan sayang mereka buat anak2nya. Duh, kapan ya aku bisa memberikan kebahagiaan buat mereka dan melakukan sesuatu yang bisa menyenangkan hati mereka.


"May God Bless me to do all good things for my parents before their end of days... Ameen..."

Senin, April 02, 2007

In That Time...

"Ada yang mau gw tuliskan di sini.
Bahwa hati manusia itu adalah liat dah mudah sekali dibentuk untuk berubah.
Setidaknya itu yang gw rasakan."

Ada saat2 tertentu gw berada di ujung kehidupan yang dingin dan gelap. Seolah2 hanya ada gw sendiri dan semua beban gw di dunia ini. Tapi bisa terjadi, hanya selang beberapa detik, gw akan menjadi orang yang sangat bahagia dengan segala keadaan dan kekurangan gw. Pada saat2 ini rasanya ada begitu banyak kasih dan sayang dalam hati gw. Gw akan bisa melakukan apa saja untuk membahagiakan orang2 yang gw sayang.
Lagi, kemarin, gw ketemu dia... Hasrat yang lama tersimpan menemukan momentnya. Bara hasrat itu sempat menjadi api untuk sesaat, sebelum semua bayang wajah terkasih hadir di pelupuk mata. Saat itu, moment yang seharusnya indah itu nggak lagi gw rasain. Semacam ada batu besar dalam perut gw saat itu. Semakin membesar seiring kebimbangan dalam hati gw. Antara sayang dengan *** dan gak mau mengecewakan dia , keinginan balas dendam dan cinta yang masih ada tuk Mahani, juga rasa sayang dan cinta gw yang besar ke anak2 gw. Semua rasa itu berpusar dalam diri gw, mulai dari ujung kepala sampai kaki. Kemudian gw putuskan untuk gak lagi meneruskan semua. Maaf, gw gak bisa... Bukan karena gak sayang, tapi apa yang gw punya dengan Mahani terlalu berharga untuk dikhianati. Setidaknya, kalau memang akan ada pengkhianatan, itu gak datang dari gw...