Kamis, Agustus 28, 2008

Miskin VS Obesitas

Meningkatnya angka anak kurang gizi seiring meningkatnya obesitas pada dasarnya disebabkan oleh satu hal. Tingkat biaya hidup yang semakin tinggi. Pasti pada nanya, "Kok bisa???". Aku jawab,"Iya, Bisa".

Gini, kalo untuk masalah anak kurang gizi karena tingkat biaya hidup yang semakin tinggi, pasti udah pada tau dan bisa dijelaskan secara matematis. Tapi tingkat obesitas? Kok sepertinya kontradiktif, ya... Tingkat biaya hidup yang semakin tinggi, apa-apa serba mahal, tapi kok malah makin gemuk dan gendut (yang seringkali diidentikkan dengan kemakmuran seseorang)? Hhhmm...

Seiring semakin majunya jaman dan juga ya itu tadi, biaya hidup yang makin tinggi, maka makanan sehat juga akan semakin mahal dan menjadi suatu kemewahan tersendiri. Misalnya makanan organik. Pasti harganya lebih mahal daripada yang biasa aja. Tingkat biaya hidup yang tinggi ini juga memicu tingkat stress menjadi lebih tinggi juga. Dalam beberapa kasus (dari pengalaman aku sendiri dan juga beberapa temanku), semakin banyak orang yang melarikan stressnya ke makanan. Semakin stress orang itu, maka akan semakin sering ngemil. Di kaitkan dengan semakin mahalnya harga makanan sehat itu tadi, maka kebutuhan ngemil akhirnya dilarikan ke makanan-makanan murah yang terjangkau kantong yang nota bene jauh dari standarisasi makanan sehat dan bergizi seimbang. Gorengan sebagai salah satu alternatifnya. Selain itu, dengan meningkatnya biaya hidup, maka akan semakin mendorong orang untuk melakukan segala hal untuk bisa memenuhi biaya hidupnya. Kerja... Kerja... Kerja... Sehingga kebutuhan olah raga juga semakin terabaikan, karena tidak ada waktu untuk sekedar membakar lemak atau merenggangkan otot tubuh.

So kesimpulan dari teoriku adalah: karena tingkat biaya hidup yang tinggi --> stress --> orang banyak ngemil makanan murah yang terjangkau kantong + gak punya waktu olah raga --> Obesitas. Hhhmmm... . Hehehehe...

Selasa, Agustus 05, 2008

Dearest Honey...

Aku ingin menuliskan sesuatu. Tapi lagi-lagi pikiranku tercekat di antara tetimbunan hati. Penat. Seakan aku tak mampu lagi untuk bisa menjejakkan langkah di atas pertiwi. Malu. Berat beban yang tertumpu pada kedua pundak dan kakiku telah membuat aku malu akan ketidak berdayaanku menghadapi dunia.

Entah apa yang harus aku buat lagi. Mungkin memang aku bukan seseorang yang baik dan sempurna untuk bisa selalu menjadi penyejuk hatimu. Tapi aku manusia. Aku bukan malaikat yang tidak mempunyai hati. Selalu ada begitu banyak keluh yang terlontar dari mulutku. Ya... ya... Lagi-lagi mungkin salahku... Tapi saat semua ruang untuk bisa mengerti dan tau apa yang ada dalam hatimu sudah aku jelajahi, tolong beritahu aku, apalagi yang harus aku lakukan. Aku tidak akan bilang ada begitu banyak hal yang sudah aku lakukan. Bukan hanya untuk menjaga bahtera yang sudah kita bangun 8 tahun, tapi juga demi dua malaikat kecil yang sama-sama kita kasihi dan sayangi.

Hon, yang aku mau kamu juga mengerti... Aku tidak akan sanggup mengawal semuanya sendiri. Aku selalu butuh kamu. Adakah kamu masih butuh aku??

Kamis, Maret 13, 2008

Tidak Berharap Pada Manusia...

Setiap manusia lahir sendiri dengan segala yang ada di dirinya. Jadi ngapain juga takut akan kesendirian. Dalam tempat ramai sekalipun, manusia itu tetap sendiri. Dia adalah dirinya. Sendiri sebagaimana dirinya terbentuk. So, yup, kalau ada masalah, jangan pernah berharap lagi untuk adanya seseorang yang mau memberikan bahu untuk mendengarkan segala uneg-uneg yang dirasa. Lebih baik telan dan rasakan saja semuan. Sendiri. Ya sendiri.

Mungkin kontradiktif dengan tulisan sebelumnya tentang sahabat. Tapi ya yang namanya sahabat adalah juga manusia yang hidup dalam wadagnya sendiri juga. Yang mau diapakan keadaan wadag dan hatinya juga terserah mereka. So, sendiri, mungkin lebih baik. Sekalian mengukur hingga sebatas apa diri sendiri bisa menampung semua beban dan bahagia yang dipunya. Paling-paling cuma keliatan kayak orang "koleng" ato sedikit bengong saat semua hal yang negatif melintasi lajur2 otak membentuk slide prasangka yang kemudian menjadi blur dengan kepositifan pikiran yang coba untuk dimunculkan. Hahahaha... Manusia... Manusia... Makhluk yang paling antik yang pernah ada di bumi. Manusia... manusia... manusia... Yang akau adalah menjadi salah satunya.

Aku jenis manusia yang terbentuk dengan sendirinya menjadi aku. Ada faktor luar, memang. Tapi segala material yang ada dalam diriku adalah punyaku. Aku yang merasakan dan mencoba untuk mengerti serta memilah-milah saat segala yang berasal dari luar coba menghampiriku. Segala rasa, segala raba akan diolah menjadi sesuatu oleh material yang aku punya. Hasilnya, bisa jadi senyum atau tangis atau marah, tergantung warna dari energiku.

Gitu juga dengan manusia lainnya. Maka, kadang orang gak akan tahu, saat mana seseorang bisa tertawa atas segala kekurangannya atau saat orang menangis karena segala yang dia punya. HAH! Manusia... ya manusia... Yang kadang bahkan seringkali lupa bahwa dalam kesendiriannya dia telah diciptakan. Yup... d i c i p t a k a n. Artinya, sebenarnya sendiri dalam yang tampak, tapi selalu ada yang siap mendengarkan dan menerima segala keluh bahkan yang terdalam. Ya... Dialah yang akan memberikan jalan dan petunjuk untuk semua resah dan gelisah. Bahkan memberikan jawab dengan jalan yang kadang kau sendiri tidak akan pernah tau... ALHAMDULILLAH...

Jumat, Februari 29, 2008

Pesimis VS Optimis

"Have you ever feel optimistic and pesimistic in one moment? Coz I do now. "

Yup, dalam saat yang bersamaan ini aku merasakan dua hal yang saling memunggungi tersebut. Rasa pesimisku datang dengan keadaan hidupku yang menurutku jalan di tempat dan tidak kunjung ada perubahan. Ya... Mungkin tipis sekali rasa ini. Tapi seperti kegelapan malam yang perlahan turun di batas cakrawala, kegelisahan yang timbul dari rasa ini perlahan mulai merasukiku. Mengisi cawan hatiku dengan memundurkan dan menggelapkan segala ingatanku tentang semua hal yang baik yang ada. Rasa yang tidak enak. Membuatku serba salah dan semua menjadi salah dalam pandangan mataku. Aku berada pada titik terendah dalam record kemanusiaanku.
Kemudian, aku menemukan sesuatu. Kata-kata bijak yang hadir dalam bentuk buku-buku. Dalam tertralogi karya Andrea Hirata yang baru aku baca sampai buku ketiganya yang berjudul Edensor, mengajak manusia untuk tidak takut memeluk mimpi-mimpinya, bahkan sampai yang paling mustahil terwujud sekalipun. Karena takdir manusia tidak teraba dan tidak terbaca. Dengan harapan, kerja keras dan doa tulus dari orang-orang yang menyayangi kita, semua hal bisa saja terlaksana. Ya... ya... Buku-buku ini memotivasi aku bahwa akan selalu ada harapan, walaupun bagai pelita di tengah badai topan, akan selalu ada harapan. Hhhmmm... Indahnya kata-kata yang baru aku tulis barusan. Tapi setiap huruf dari kata-kata HARAPAN itu akan aku ukir dengan tinta emas dalam hatiku.
Harus aku akui, sungguh sulit untuk menjadi manusia yang benar dan baik. Kalau benar, bisa jadi cara yang digunakan menjadi tidak baik untuk orang-orang tertentu. Dan kalau kita ingin selalu berbuat baik, belum tentu juga itu adalah mengenai sesuatu hal yang benar. Sekarang yang harus dipikirkan adalah bagaimana untuk bisa berbuat benar dengan cara yang baik. Ah, kalau berpikir dengan cara seperti ini, sungguh jadi berat rasanya isi kepalaku. Ternyata sungguh sulit untuk berjalan di dunia ini sebagai orang yang benar dan baik, karena terkadang situasi mengharuskan kita untuk memilih. Menjadi benar atau menjadi baik. Hhhmmm...
Duh... Duh... Aku menjadi ruwet dengan isi kepalaku sendiri. Jadi mungkin biarlah aku seperti ini. Inginnya aku janjikan diriku sendiri untuk bisa berbuat benar dan baik. Sulit. Tapi mungkin bisa aku coba. Ya... Ya... Aku harus mencoba. Dengan harapan yang masih bisa ku gantungkan di langit cerah anganku...